Sabtu, 30 Mei 2015

Mengapa Melayani?



Mengapa Melayani?
(Yohanes 21:15-19)

Pernahkah kita menjumpai orang Kristen yang melayani, tapi akhirnya memutuskan mundur dari pelayanan karena tak tahan dengan tantangan dan kesulitan yang dialaminya? Meski dunia pelayanan berhubungan erat dengan hal-hal yang bersifat rohani, tantangan dan kesulitan yang dihadapi sebenarnya sangat kompleks. Jika melayani dalam ruang lingkup jemaat, maka pelayan Tuhan bisa saja menghadapi jemaat yang rewel, susah diatur, penuh kritik, bertindak pasif (kurang terpanggil untuk melayani), dsb. Jika melayani di daerah pedesaan yang minus, maka pelayan Tuhan bisa mengalami kesulitan financial karena terbatasnya sumber daya jemaat. Jika melayani di daerah tertentu dimana ada tanda “dilarang masuk” untuk Injil, maka aniaya, ancaman, teror, dan penderitaan sudah menjadi risiko.
Demas, salah satu rekan pelayanan Paulus pun tidak tahan dalam pelayanan. Demas meninggalkan Paulus dan memilih mencintai dunia ini (2 Tim. 4:10). Berkaca dari hal itu, apa yang membuat kita tetap bertahan dalam melayani Tuhan di saat terjadi situasi yang sukar? MOTIVASI YANG BENAR dalam melayani Tuhan, tidak ada motivasi lain! Apa yang dimaksud dengan BENAR? Yakni tidak hanya karena uang semata, status maupun ketenaran ; kesempatan menyalurkan talenta maupun hobi ; apalagi hanya sekedar untuk mengisi waktu luang! Kita adalah anak-Nya yang telah ditebus dengan pengorbanan yang amat besar. Melayani-Nya bukanlah sebuah tindakan balas budi, rutinitas maupun kewajiban belaka, melainkan harus diisi dengan hasrat dan kerinduan tulus untuk melayani-Nya. By Faith, Hope and Love.
Dalam bukunya yang berjudul “My Utmost for His Highest”, Oswald Chambers berkata, “Jika kita melayani karena manusia, kita mudah jatuh dan patah hati, …tetapi jika motivasi kita untuk melayani Allah, kita akan selalu melayani dengan rasa syukur.” Renungkan  sejenak…selama ini apa motivasi kita dalam melayani  Tuhan? Sesungguhnya jika kita melayani Tuhan karena kita mengasihi-Nya, maka tantangan dan kesulitan seperti apapun didalam pelayanan tidak akan bisa menggoyahkan semangat kita di dalam melayani Tuhan. Tetap semangat, tekun berdoa, jangan menyerah dan selalu bersyukur! JBU ^_^
#Penulis Artikel: G.L.

Rabu, 20 Mei 2015

Jangan Menjadi Batu Sandungan


Batu Sandungan
            Siapa yang pernah tersandung batu saat berlari? Tersandung saat berjalan? Saat kita tersandung kita jatuh lalu saat kita bangkit maka kita lupa tadinya ada batu atau hal-hal lain yang menyandung kaki kita hingga jatuh maka kita akan tersandung lagi. Batu sandungan dalam pemahaman Kristen adalah sikap yang membuat orang lain undur dari Tuhan, menjauh dari Tuhan, dan membuat orang enggan melangkah maju dalam iman. Membuat orang lain menyimpulkan pemahaman yang salah, kemudian menilai dengan penilaian yang salah, dan akhirnya tidak berani mengambil resiko. Batu sandungan tersebut menggambarkan hidup yang tidak memberkati orang lain, malah sebaliknya.

            Berikut ini beberapa sikap yang menjadi batu sandungan:

1.      Perkataan yang Ceroboh
Jangan keliru, tidak hanya pemimpin, pelayan, atau hamba Tuhan yang perlu waspada dengan sikap ini. Kita sebagai jemaat pun, dalam keseharian harus waspada. Setiap kita berbicara atau mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan firman Tuhan (entah itu isi perkataannya atau cara kita mengatakannya), maka sesungguhnya kita sedang menaruh sebuah batu sandungan untuk saudara-saudara seiman kita yang lain. Karena perkataan kita bagaikan sebilah pisau, baik apabila digunakan sesuai fungsinya, buruk apabila digunakan untuk hal-hal salah yang tidak semestinya “Kata-katamu adalah kualitas dari dirimu”.

2.      Mencoba Mengagalkan Rencana Tuhan
Tuhan punya rencana atas hidup kita, Tuhan punya visi dalam hidup kita. Namun seringkali kita tidak setuju dengan rencana itu dan mencoba “mengagalkanya” atau lari dari semuanya itu. Dalam alkitab dicatat bahwa petrus pernah mencoba melakukannya, dia tidak setuju dengan rencana Allah untuk Tuhan Yesus. Tuhan Yesus kemudian menyebutnya sebagai batu sandungan (Mat.16:22-23). Ingat bahwa doa dan prioritas kita adalah rencana Allah, kehendak Tuhan yang jadi, bukan kehendak kita sendiri. Bahkan Tuhan Yesus pun tidak lari dari tujuan utamanya yaitu kehendak Bapa-Nya (Mat. 26:39).

3.      Berjalan dalam Gelap
“Eleeeh… ngapain ikut persekutuan rajin-rajin. Mending waktu yang ada buat cari uang kayak aku, bisa belanja ini, itu, dll. Kamu yang rajin persekutuan aja kayak kutu, kere nda punya modal!” Cara lain membuat orang tersandung adalah dengan mematikan terang. Kegelapan adalah alat paling baik untuk membuat orang tersandung (Yoh. 11:9-10). Tuhan Yesus mengatakan kita adalah terang dunia. Jika kita tidak menunjukan terang itu, orang-orang disekitar kita akan tersandung dan jatuh. Sebaliknya, jika hidup kita semakin terang, maka mereka akan mampu melihat jalannya. Hidup yang menjadi terang artinya hidup yang mampu memberi manfaat bagi orang lain dalam cara-cara yang tidak bertentangan dengan firman Tuhan.

4.      Menghakimi
“Kamu salah! Orang Kristen sejati itu tidak akan melakukan hal seperti itu, tidak pergi ketempat seperti itu, tidak makan makanan seperti itu.” dan sebagainya. Ya, sebagai orang Kristen, terkadang kita malah kebablasan dalam hal apa yang seharusnya kita lakukan dan tidak boleh dilakukan. Jadinya, kita menghakimi orang lain yang menurut kita melakukan hal yang salah. Menjadi batu sandungan bagi orang lain. saling mengingatkan tentu saja adalah sebuah keharusan, namun jika sudah menghakimi, sikap ini justru akan menjadi batu sandungan bagi saudara-saudara kita seiman (Rm. 14:13).

5.      Menggunakan Kebebasan Secara Salah
Sebagai orang Kristen, kita memang telah bebas dari dosa. Namun, jangan sampai kita salah memahaminya, sehingga kita merasa bisa melakukan apa pun yang kita mau tanpa memikirkan yang orang lain pikirkan. 1 Kor. 8:9 “Tetapi jagalah, supaya kebebasanmu ini jangan menjadi batu sandungan bagi mereka yang lemah.” Merasa bahwa kita memiliki hak dalam kebebasan dari dosa tanpa memikirkan orang lain akhirnya hanya melakukan apa yang kita mau tanpa memikirkan yang ada dalam benak orang lain. “Tuhan Yesus telah memberikan kita anugerah pembebasan dari dosa bah, terlebih Tuhan Yesus maha pemaaf. Dosa kayak gini mah biasaa… lanjut aja coy minumnya.” Merasa bahwa karena telah dibebaskan kita semaunya berbuat salah, bahkan direncanakan, dan seenaknya mengulangi kesalahan yang sama dalam hal dosa padahal sudah diketahui. Tanpa sadar perbuatan itu telah menjadi batu sandungan bagi orang lain

6.      Tidak Mempedulikan Orang Lain
Tuhan Yesus sendiri memberikan teladan yang sangat jelas dan nyata bahwa Ia adalah pribadi yang tak pernah mengabaikan orang lain. Sikap acuh tak acuh juga bisa menjadi batu sandungan bagi orang lain. Dalam setiap kesempatan, kita tau bahwa Ia selalu menolong dan memperhatikan orang yang membutuhkan. Jelas, orang yang acuh tak acuh adalah orang tidak memiliki kasih. Ini menjadi batu sandungan bagi orang lain, yang ada hanya untuk dilihat orang lain. Mengasihi itu tidak melihat siapa orangnya, cacat, miskin, normal, kaya, semuanya patut dikasihi, sesuai yang Tuhan Yesus ajarkan. “Orang yang memiliki kasih, belum tentu orang Kristen; namun orang Kristen sejati, pasti memiliki kasih.”

7.      Bersikap Eksklusif
Tidak bisa dipungkiri, sikap ini masih cukup menjamur di antara orang Kristen. Ada orang-orang Kristen yang membatasi dirinya, ada anak persekutuan mahasiswa yang membatasi dirinya; ia hanya mau bergaul dengan orang-orang yang seiman, kelompoknya saja, teman dekatnya saja, dll misalnya. Lalu ada juga yang di gereja sangat aktif melayani, atau merintis pelayanan sendiri (walaupun kecil-kecilan) yang hanya ia dan orang-orang dekatnya saja. Sangat aktif dalam pelayanan, mengambil bagian dalam pelayanan, melakukan pelayanan; namun ia sama sekali tidak peka dengan lingkungan sekitarnya. Sikap-sikap seperti ini tentu bukanlah yang Tuhan Yesus inginkan. Di satu sisi orang Kristen seharusnya bisa berbaur dengan siapa saja, namun disisi lain tidak melalaikan prinsip hidupnya sebagai pengikut-Nya (1 Kor.9:20). Terlebih ketika kita mendapat masalah, kita menutup diri dari orang lain. Merasa mampu mengatasinya sendiri, yang seharusnya mendapat support dari orang-orang terdekat yang dipercaya, namun sebaliknya. Ketika masalahnya mulai mengerogoti hidup ini, maka disitulah akan muncul batu sandungan bagi orang lain disekitarnya bahkan bagi dirinya sendiri.

Alangkah lebih baik apabila anda menemukan ayat Alkitab dalam artikel ini kemudian anda buka, baca dan renungkan. Tuhan Yesus memberkatimu.

#Penulis Artikel: B. A. ^_^